"A frickin' jenius plot bringing high level of crime in social media era. An Absolute warning for modern parents"
Searching (2018) | 10/10
from USA
Directed by Aneesh Chagnaty| Written by Aneesh Chagnaty, Sev Ohanian
Starred : John Co, Debra Messing, Michelle La, Joseph Lee
David Kim (John Co), Pamela Kim, dan anak semata wayang mereka, Margot Kim (Michelle La). Sebuah keluarga kecil bahagia yang selalu mengabadikan momen penting bersama. Mulai dari momen pertama Margot sekolah hingga detik terakhir Pamela harus kehilangan nyawa akibat kanker. 2 tahun semenjak kehilangan Pamela, hidup David dan Margot tampak baik-baik saja hingga akhirnya Margot menghilang selepas kerja kelompok.
Missed call dini hari dari Margot kepada David menjadi jejak terakhir yang ditinggalkan oleh Margot. David mulai mencari keberadaan Margot lewat teman-teman sekolahnya. Sayangnya, Margot yang selama ini dikenal David sebagai sosok yang riang dan punya banyak teman malah menunjukkan sebaliknya. Seluruh media sosial Margot dalam kondisi terkunci, teman-temannya mengungkapkan bahwa Margot tidak memiliki banyak teman dekat dan cenderung tertutup. Pencarian David dimulai dengan mencoba mencari seluruh kontak teman Margot semasa SD via kontak Pamela di komputernya hingga terpaksa mengganti password Margot sosial media Margot demi bisa menemukan teman yang masih keep in touch dengannya.
Dibantu dengan detektif dari kantor kepolisian, detektif Rosemary Vick (Debra Messing) David mulai membuat metriks keberadaan teman-teman Margot di malam anaknya menghilang. David mulai menemukan beberapa sosok asing yang memiliki benang merah kepada keberadaan anaknya. Suasana makin runyam ketika possibility Margot masih hidup kian menipis.
David mempertanyakan kredibilitasnya sebagai ayah, how could he missed all of this stuff? Does it means he failed to be a dad?
source: rotten tomatoes
Bayangin deh kalau lo dateng ke bioskop, dan layar pertama yang lo liat di layar besar bioskop itu adalah layar desktop Windows jaman dulu dengan wallpaper padang rumput menjuntainya. Terus, mata lo diajak untuk bergerak ngikutin kursor menari kesana kemari, klik ini itu, ++ beberapa kali nujukin potongan video sebuah keluarga. Jangan sedih, tiba-tiba ini udah berlangsung sampe 15 menit. Tapi dalam 15 menit ini dengan object yang mungkin lo pikir "itu itu aja", lo udah tau karakter apa juga nama tokoh di filmnya, genre film apa yang lo tonton itu, dan seenggaknya dalam satu plot itu lo tau apa si yang pengen disampaikan film itu.
Apa coba namanya tuh film kalau gak jenius dan brilian? Walaupun kalimat gue di atas terkesan biasa aja. Yang bisa gue pastikan film ini bukti jelas bahwa kejeniusan dalam berpikir yang diaplikasikan dengan baik lewat media visual bisa menghasilkan film yang sangat susah dicari kekurangannya.
Eits jangan salah, nyatanya Searching bisa mengantarkan setiap cerita tidak hanya berasal dari satu layar laptop (layaknya film sebelah yang digadang gadang mirip padahal kenyataannya mah beda jauh euy!) tapi juga dalam bentuk layar cctv, handphone, bahkan ala layar TV. Ada aja deh idenya mencoba mengantarkan cerita lewat sebuah layar bukan penggambaran langsung.
Nggak cuma soal "lewat media apa" film ini diceritakan, tapi "bagaimana" film ini dikisahkan juga menarik banget. Bayangin dalam sebuah layar yang selalu lo liat sehari-hari, basic fitur yang sama yang lo mungkin selalu pake bisa membawa lo ke sebuah cerita yang kompleks, klimaks yang maksimal, dan penyelesaian masalah yang menggugah emosi. Belum lagi bagaimana film ini juga bisa menyelipkan sepatah-dua patah komedi di dalamnya dan masih juga bisa menghadirkan konklusi yang super twisted.
source: rotten tomatoes
Salah satu hal yang menarik adalah kejutan yang nggak berhenti-henti. Walaupun mungkin sepanjang film, penonton udah mulai bisa nebak arahnya kemana dan siapa aja yang perlu dicurigain tapi nggak bisa dipungkirin bahwa background problem-nya cukup surprising.
Entah kenapa untuk gue filmnya mengingatkan juga dengan film Taken (2008) bagaimana pengorbanan seorang ayah dalam pencarian anak, tapi jelas kalau Searching ini full drama nggak melibatkan action sama sekali. Yang menyebalkannya adalah ketika menyadari film ini punya premis yang sebenernya simple. Berbeda sama Taken yang bapaknya emang orang yang ngerti senjata dan kencagihan alat, di film Searching, David kim, justru menunjukkan aksi yang nggak perlu master teknologi banget untuk bisa nemuin jejak akhirnya, gaperlu bisa nge-hacked, atau bantuan tenaga IT selain polisi tapi tetep bisa menguak misterinya dan hasilnya tetep bisa diterima akal sehat aja gitu. Rasanya ini adalah penggambaran Taken masa kini dengan melibatkan banyaknya sosial media.
"I don't know her. I don't know my daughter."
- David Kim
Keseriusan sutradara dalam mengangkat issue yang sangat relate dengan kehidupan masa kini dengan penggambaran media jelas nggak heran menarik banyak perhatian orang. Sangat perlu diapresiasi mengetahui bahwa Searching adalah debut film Aneesh Chagnaty di layar lebar. Ketelitiannya dalam memastikan semua unsur berkeseninambungan, menarik perhatian, dan tetep masuk akal emang membuktikan bahwa para lulusan University of South California (currently the best film school in the world) ini menetapkan standard yang tinggi.
Pesan yang pengen disampein pun cukup luar biasa. Inti dari satu film adalah tentang keluarga. Selama ini film tentang orang tua dan anak cuma sekedar menceritakan seberapa besar sayang dan pengorbanan yang dikasi sama orang tua untuk anaknya. Sementara, film ini juga menyelipkan bahwa seberapa dekatnya seorang anak dan orang tua, there's always a hole where parents don't know something about their kids, and it's okay. It doesn't mean they are failed as a parents. Belum lagi juga tentang seberapa penting komunikasi dalam hubungan orang tua dan anak dalam kondisi apapun.
source: Rotten Tomatoes
Dengan banyaknya elemen dilayar, Searching merupakan film yang ngebuat penonton rasanya gatel untuk menyapu layar dari kanan ke kiri dan analisis satu-satu tiap datanya buat cari benang merah diantaranya. Susah rasanya untuk mengkategorikan ini film low budget cuma karena most of the time dia menggunakan layar, karena rasanya banyak hal-hal yang tampaknya nggak nyata yang harus di create sendiri dan gue yakin budgetnya nggak sedikit.
Gue nggak tau sih seberapa mungkinnya itu sistem komputer diaplikasiin dalam bentuk visual dalam proses editing, cuma gue rasa dibutuhkan orang yang memang memahami visual perkomputeran dan banyak juga elemen copy-an layar desktop yang dibuat. Sebenernya bisa aja nikmatin tanpa ambil pusing, tapi rasanya banyak pihak yang perlu diapresiasi untuk bisa menyajikan layar dengan detail sebanyak itu. Ini bukti penulisan yang rapih, directing yang oke, dan departemen tetek bengek lainnya yang juga sangat membantu.
Rugi ga nonton.
Salam Hombimba,
Graisa S
xoxo
Comments