photo source: youtube.com
Review Pretty Boys (2019) Bahasa Indonesia
Pretty Boys (2019) | 7/10
Indonesia
Produced by Anami Films & The Pretty Boys Pictures
Directed by Tompi
Starred : Vincent Rompies, Desta Deddy Mahendra, Onadio, Danilla
Anugrah (Vincent Rompies) dan Rahmat (Desta) atau bisa panggil mereka Nugie dan Matthew. 2 sahabat sejak kecil yang merantau ke Jakarta untuk mengejar mimpi mereka satu-satunya, menjadi presenter terkenal.
Nasib membuat mereka terdampar menjadi koki di sebuah kafe, tempat mereka akhirnya bertemu Asti (Danilla Riyadi) yang juga kerap memberi informasi jika ada tamu dari industri TV datang. Di samping ambisinya, Anugrah juga diceritakan memiliki perasaan kepada Asti lewat gesture gesture awkward jika mereka berdua dalam satu frame yang sama.
Peruntungan kedua lelaki ini semakin terlihat kala Rahmat ditawari menjadi penonton bayaran yang mengantarkan keduanya kepada Roni (Onadio Leonardo) - kordinator lapangan dari penonton bayaran. Pada kesempatan itu, Anugrah pun diberikan peluang untuk menjadi gimmick di acara tersebut hingga mereka mendapat tawaran untuk merealisasikan mimpi mereka, menjadi presenter.
Namun, dengan satu syarat: mempertahankan image banci yang awalnya hanya dijadikan gimmick semata.
Pergolakan batin memenuhi syarat, perspektif makna pekerjaan, kenyamanan bekerja, juga asmara menjadi hal yang terus menghantui dan menjadi beban sepanjang film. Pertanyaannya berakhir, seberapa besar resiko yang siap diambil demi meraih mimpi?
Pretty Boys membawa drama dibalik pertelevisian yang rasanya sudah menjadi streotype banyak orang hidup dalam layar lebar. Tidak ada yang mengagetkan selain keyataan bahwa film ini merupakan konfirmasi tersirat bahwa stereotip itu benar adanya.
photo source: youtube
Sebelumnya, mari saling menyepakati bahwa yang menjadikan film ini menarik adalah:
Film komedi tanpa komika, tanpa Reza Rahadian, mengangkat tema baru di layar lebar, dan persona kuat Vincent & Desta.
Jika sudah saling bersepakat, mari kita juga menyepakati bahwa sulit untuk tidak jatuh cinta pada film ini di adegan pertama film dengan shot cantik dan cepat yang memanjakan mata. Pantaslah Tompi berani bawel di Twitter mengomentari orang sana sini, mengingat ilmunya tidak terbatas di satu bidang saja.
Tompi maju dan menunjukkan bahwa ia tidak hanya ahli mempercantik wajah tapi juga menghadirkan visual yang cantik. Mungkin belum bisa dibandingkan dengan Dua Garis Biru atau Teman Tapi Menikah, tapi surely he has a taste.
Persona Vincent & Desta juga nggak bisa dihilangkan mengingat betapa berkelasnya cara keduanya menghibur di acara Tonight Show. Keduanya mungkin bukan aktor terbaik, tapi jelas sulit menyangkal bahwa keduanya menghibur.
Kalau kamu suka nonton TV Show mereka, bersenang-senanglah, bahwa film ini merupakan TV show mereka versi panjang! Gimmick yang kerap dihadirkan sangat mudah mengundang tawa - kalau tidak senyum, dan mirip dengan yang mereka tampilkan sehari-hari di acara tersebut. Drama pastilah ada, namanya juga film.
Deretan artis pendukungnya juga cepat bikin penonton geleng-geleng kepala mengingat isinya teman dekat di antara Tompi maupun para pemainnya. Sebut saja Imam Darto, Enzy Storia, Hesti Purwadinata, Glenn Fredly, Natasha Rizki, Najwa Shihab, sampai Tora Sudiro. Nggak sabar bergumam "budget terbatas atau harga temen ini pasti"
photo source: youtube
Penampilan Onad dan Danilla mungkin salah satu yang juga ditunggu-tunggu. Sayangnya, keduanya memberikan kesan yang tidak begitu dalam. Danilla tampil sebagai....Danilla. Biasa aja nggak ada momen yang memorable banget.
Sementara Onad mungkin harus siap menerima banyak masukan mengingat aktingnya sangat sangat sangat bikin emosi karena terasa banget trying so hard to be fit in with the character which was failed, hadeu.
Sungguh, jika ada yang bisa gue singkirkan dari deretan tim film ini, gue akan memilih orang yang mendandani Onad. Ganggu dan cringe banget, kesel.
Personally, gue cukup menaruh harapan sedikit lebih tinggi mengingat promo film ini menggadang gadang deskripsi rusaknya industri televisi. Gue kira akan mengorek lebih dalam lagi soal manipulatif dan permainan rating. Nyatanya, rusak yang diangkat hanya sesuatu yang sifatnya sudah diketahui orang banyak. Film ini tidak lain hanya menceritakan ulang stigma yang orang sudah tau dan bersifat mengonfirmasi aja.
Walaupun Tompi dan karya pertamanya ini sempat mengingatkan gue dengan film pertama Ernest Prakasa, Ngenest (2015), sutradara dengan karya pertama yang menghadirka plot tipis namun mudah dipahami, mudah dinikmati dan sangat relatable. Tapi kayaknya susah juga disandingkan mengingat ceritanya dikemas dengan cepat, konflik yang biasa aja, dan penggambaran tiap masalah cuma di surface aja (kayak gimana mereka baru jadi orang kaya, emosi rahmat ke Roni).
photo source: youtube
Haruskah ditonton? Hiburan Desta & Vincent mengingatkan gue lagi dengan gaya hiburan sederhana ketika nonton warkop DKI. Sebagai film komedi, lucu. Sebagai film drama, drama banget. Film enteng yang nggak neko-neko artinya tujuannya jelas, konflik jelas, arahnya jelas. Jika ingin mencari film yang jelas komedinya, lebih baik nonton ini daripada another warkop DKI reborn.
Sayangnya, mau mengkategorikan ini sebagai film FTV tapi nggak tega juga sama pengambilan gambarnya yang oke dan kelakuan. Tapi lagi, filmnya pun terlalu sederhana. Ah sudahlah, tonton dan nilai sendiri saja karena nggak tau kapan ada film kaya gini lagi nantinya!
Salam Hombimba,
Graisa
xoxo