Have you ever feel like you're running a life where you don't know who you are? Questioning what makes you decide this or that? What the root cause of it?
When all you want to do is the upside down of what you are doing right now. Have you?
Some people might answer....never. Another group probably.....yea, a couple times. And the others may say.....oh every fucking day, I'm living with it.
For me, this one day.
And no, this is not a prove that Bandersnatch is real.
Mengawali hari dengan berniat datang lebih awal ke kantor. Mengingat how many backlog numbers in my worksheet dashboard force me to wake up as morning as possible. Rumah yang berjarak 38 km dari kantor harus gue tempuh dengan kemacetan. Setelah sarapan dan ngobrol ngobrol rencana hari itu ke Ibu, gue langsung berangkat ke kantor.
Kemacetan Jakarta is a real def of pain in the ass that you know it will always there and there's no doctor available to fix it........or just yet, whatever.
But, I've never feel so mad melihat macetnya Jakarta pagi itu. Ketika gue mencoba mengurangi rasa emosi dengan mendengarkan musik lewat earphone, gue melirik dan melihat supir Ayah yang duduk di sebelah gue. Matanya agak kriyep kriyep, lo tau kan arti kriyep kriyep apaan?
Ya kaya giini.
Entah apa yang dilakukannya semalam. Setelah mengantar orang tua gue pulang hingga larut, mungkin sampai rumah masih mengurus anaknya yang rewel. And I'm fucking know that gue lebih beruntung (in some ways) dari dia, dan gue tau it wasn't only me who tired and have messed-up-mind that morning. So I put my earphone back to bag, and started a conversation with him - for the sake of keeping him awake while surrounded with this freaking crowded traffic.
"Gila ya Jakarta! Macet mulu dah. Ini kalau mobil mobil bisa diubah, mau diganti apa mas biar kita kaya raya?" Pertanyaan gue hari itu yang akhirnya mengawali obrolan ngalor ngidul hingga sampai kantor gue. Setelah ketawa-tawa gajelas, keluar mobil garis bibir gue langsung lambat laun berubah datar diikuti dengan tarikan nafas panjang.
I know I have no power to do more second, but I know I have to.
Di kantor, gue cuma bisa tersenyum melihat angka-angka ribuan yang menari menunggu untuk diselesaikan.
Mengerjakan report yang sudah menuju deadline. Bermain dengan data dan analisis di table yang nggak pernah diajarkan waktu kuliah mendorong emosi gue kenapa nggak dari awal gue mengambil jurusan kuliah yang bisa membantu pekerjaan gue saat itu.
I should have choose Engineering or Management school! Emosi itu malah terluapkan dengan sumpah serapah ke depan layar monitor.
"AH FAK GA MAKE SENSE DATANYA WOY"
Ketika melihat rekan semeja mengalihkan pandangannya ke gue, I know that I have crossed the line.
"HEHE CANDA." Tawa garing andalan keluar membuat gue sadar, I shouldn't scream like that...ever.
Gue memilih untuk menenangkan diri gue dengan lagu Epilogue La La Land atau Overture Annie The Musical, menghindari pertanyaan-pertanyaan yang nggak mau gue jawab dari teman-teman kantor.
Gue kira keletihan hari itu terbayarkan dengan pesan singkat masuk dari temen lama gue yang mengajak ketemu malam sepulang kerja. Gue mengiyakan mengingat gapunya rencana malem itu dan udah got enough sama apa yang gue kerjain di kantor. Lagian, temen lama cuy? Udah lama nggak ketemu, pasti obrolannya banyak, ye ga si?
Selepas maghrib, gue langsung meluncur ke tempat pertemuan. I have no idea......no idea what the meet up could be...until I met them, giving a high five, sit around for 30 minutes and my mind said
"CRAP! Why am I ended up here?"
Obrolan malem itu kemana-mana tapi gue sama sekali nggak menemukan titik tengah kecocokan antara persepsi gue dan dia.
While dia sibuk menyebutkan kesuksesan dia sekarang, dan rencana dia kedepannya.
Pertemuan yang harusnya bisa menjadi jalan keluar keriwehan gue hari itu malah makin membuat emosi gue menjadi-jadi.
Pertemuan yang harusnya bisa berlangsung lebih dari 2 jam akhirnya hanya berakhir 1 jam kurang 2 menit saja - itu juga dengan usaha keras.
Sampai di rumah gue memutuskan untuk naik langsung ke kamar dan menjauhi pertanyaan Ibu dan Ayah yang kadang suka kaya paranormal, bisa menebak nebak.
Mata gue menatap langit-langit kamar dan mencoba melepaskan segala kepenatan hari itu.
Tangan gue yang masih menggenggam ponsel, langsung memilih logo Whatsapp, memilih kolom chat paling atas, dan menekan logo telfon.
"Halo, assalamualaikum" Ujarnya dari seberang telfon
"Waalaikumsalam." Jawab gue datar. Tiba-tiba HP gue memberikan notif untuk memasang kamera sehingga gue bisa terhubung dengan si penelfon lewat video. Gue menyetujui dan melihat seseorang di seberang kamera tengah tersenyum sambil mengelus kucing di dekatnya.
"Hey, capek banget ya?" Pertanyaan simple, yang diucapkan secara kasual dengan senyum meneduhkan - harusnya bisa jadi biasa aja tapi nyatanya bisa menghadirkan sparks kehangatan di hati gue.
"Iyah." Jawab gue sembari menutup mata.
"Ayo, ganti baju sama solat isya dulu, abis itu aku temenin tidur dari telfon."
Ujarnya tulus yang lalu gue turuti - tentu masih dengan senyumnya yang tidak lepas.
Percakapan itu terus berlanjut sampai akhirnya dia membuat gue mengeluarkan emosi hari itu, lalu tertawa terpingkal pingkal (secara tulus) dengan kelakuannya, tersenyum melihat dia menganggu adiknya yang sedang tidur, sampai gue sendiri yang keletihan mendengar dan juga bercerita hingga menutup mata gue sendiri dan terbang sendiri ke alam mimpi.
Rasanya hangat menutup hari dengan orang yang bisa menyenangkan hati gue tepat ketika gue mengarungi hari di mana sibuk mencoba menyenangkan hati banyak orang hingga lupa untuk menyenangkan hati sendiri.
Gue mungkin bisa berusaha untuk baik baik saja di depan orang lain, tapi dengannya gue seperti menemukan titik di mana gue tidak perlu berpura pura. Gue bisa menjalani hidup sebagaimana harusnya gue mau tanpa khawatir harus menjaga atau kehilangan sesuatu.
Karena ketika gue menyadari, bukan gue yang memilih untuk tidak berpura pura di depannya tapi dia yang menemukan gue di sudut diri gue yang sebenarnya.
Terima kasih untuk kamu yang tak perlu lagi kusebutkan namanya. Untuk menemukan aku dari cangkang yang aku buat sendiri.
Hidup kadang berat tapi ya harus dijalani seikhlas mungkin, bukan malah membenarkan bahwa pura-pura adalah pilihan satu-satunya.
Salam Hombimba,
Graisa
xoxo