top of page

Review: SATU RUANG by Aqessa Aninda


SATU RUANG

Aqessa Aninda

Elex

2017

 

Masih tentang Satrya dari seri Secangkir Kopi dan Pencakar Langit. Setelah officially berpisah dengan Mbak Tayang-tayang atau Athaya - yang akhirnya memilih mas Ghilman, Satrya Danang kembali menemukan perempuan yang berhasil merebut hatinya lagi.

Kinanti, si perempuan bermata cantik, kalem, tertutup, suka disney, penggambaran perempuan unyu seutuhnya. Pertemuan basa-basi dengan perempuan ini di Hong Kong malah membuat Satrya gencar untuk mendekati Kinan setelah kembali ke Indonesia. Sayangnya kesempurnaan hanya milik Tuhan, karena ternyata sosok sempurna Kinan menghadirkan titik persamaan dengannya. Sosok sempurna yang pernah ditinggalkan seseorang.

Kata siapa kisah ini cuma romansa Kinan dan Satrya seorang? Kenalin Sabrina, perempuan lainnya yang mampir di hidup Satrya. Tiba-tiba datang karena emang butuh jasa fotografer yang tak lain adalah hobi Satrya. Sabrina yang digambarkan asik, humoris, dan punya semangat tinggi dalam hidupnya justru mengingatkan Satrya dengan sosok lama yang selalu membuatnya hidup namun pada akhirnya malah meninggalkannya. Selain adanya Satrya, kehidupan warna-warni Sabrina harus ditimpa warna abu juga dengan kehadiran cowok yang selalu mengacak-acak emosinya sejak lama, Abi.

Bersama Kinan, Satrya seperti melihat pantulan dirinya dalam seorang perempuan. Tapi Sabrina berhasil membawa warna baru dalam hidupnya. Pun begitu, ketiganya harus menyelesaikan dulu ego dan permasalahan hidup masing-masing. Karena pada akhirnya bukan tentang siapa yang dipilih, tapi siapa yang siap menerima dan menjalani hidup yang sebenarnya. Ketika ada satu ruang di hati, dengan siapa mereka siap berikan?

Jujur, Satu Ruang berhasil membawa perasaan porak porandaku sebagaimana aku menonton La La Land. Walaupun katanya ini baru seri pertama dan tiga seri akan datangnya, aku berharap semuanya lebih bisa diterima dan stop untuk mempermainkan perasaan aku dengan menghadirkan karakter yang menyepelekan kesempurnaan mas SatSat!

Secara garis besar, rasanya hampir mirip dengan mother book-nya yaitu Secangkir Langit dan Pencakar Langit. Hampir senasib dengan Athaya, kini Satrya diberi pilihan dua orang yang bikin dia bingung memilih yang mana dan bagaimana menyikapinya. Sebenernya tampak jelas kecendrungan Satrya memilih siapa, tapi karena di sini ada perspektif dua perempuan yang dominan jadi kesannya rival aja antar keduanya.

Disamping kenyataan bahwa Aqessa betah untuk mempermainkan karakternya dalam hubungan segitiga, gue ga kuat untuk mengatakan bahwa novel ini perlu didistribusikan kepada cowok-cowok yang berniat mendekati cewek. Hampir setengah dari cerita mengisahkan perjuangan dan cara Satrya mepet Kinan - dan ini bisa jadi referensi cowok cowok yang mau ngedeketin cewek tapi bingung how to do it.

"Akan selalu ada perempuan yang lebih dari perempuan yang ada di samping lo, Sat.

It depends on your commitment.

Nggak semua cinta harus dimiliki. Kadang yang lo kira matahari, taunya cuma pelangi.

Don't be afraid. But don't decide to get married just because you're in love or

just because you're running out of time. "

- Sabrina

Walaupun sepertinya Aqessa memang masih senang menggambarkan sosok - sosok sempurna ala kaka Sudirman yang tentunya bikin halu para pembacanya - tolonglah bisa lebih rasional biar orang nggak ngarep ketinggian gituh, Satu Ruang dibuat lebih berat daripada kisah Athaya sebelumnya dengan permasalahan tiap karakter yang sulit untuk diselesaikan.

Sudah dapat dipastikan tim mas SatSat harus siap menarik nafas dengan kelakuan-kelakuan memeng dan loyal sang pemeran utama ditambah gemes karena perlakuan yang diberikan oleh kedua perempuan ini, bener-bener bikin emosi karena ga sepadan.

Entah kenapa walaupun plotnya berpotensi membosankan - karena tidak banyak variasi berbeda dari sebelumnya, tapi cara penyampaian tiap adegan dan penjelasan dari perasaan mendalam tiap karakter bisa sampai ke hati pembaca.

Guyonan dan kelakuan absurd dari geng fogging yang relate banget sama kaum penghuni bumi asli masih ada beberapa (walaupun tidak sebanyakn sebelumnya) dan makin membuat pembaca ogah ngelepas buku cepat - cepat. Ditambah juga bagaimana Satu Ruang menyoroti kisah cinta personil lainnya lainnya seperti Radhi - yang ku harapkan ada spin off nya!

Bagaimanapun harus ku akui kehebatan penulis dalam menenggelamkan pembaca pada ceritanya dan juga mempermainkan perasaan serta emosi para pembacanya.

Walaupun dari plot dan penggambaran di atas sangat cheezy dan kaya biasa aja, harus gue tekankan dari awal bahwa perlu kesiapan mental mendalam dan mengatur ekspektasi saat membaca untuk tidak syok mengetahui akhirnya.

Kalau ada hal yang bisa gue kritisi dari Satu Ruang ya fisik bukunya, ganggu banget dan nggak nyaman dibacanya. Ukurannya nggak comfy buat dipegang, font-nya nggak enak buat dibaca karena mepet-mepet ya pokoknya buku ini menjadi salah satu buku yang gue gasuka banget fisiknya.

Salam Hombimba,

Graisa

xoxo

bottom of page